kehidupan ini adalah pelangi dari jiwa-jiwa yang berpenghuni

Monday, October 17, 2011

BERBUAT BAIK KEPADA KEDUA ORANG TUA (Karya Terjemah)

Posted By: Unknown - 7:00:00 PM

أَخْرَجَ الشَّيْخَانِ عَنِ ابْنِ مَسْعُوْدٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : سَأَلْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّ الأَعْمَالِ أَحَبُّ إِلَى اللهِ تَعَالَى ؟ قَالَ : "الصَّلَاةُ لِوَقْتِهَا". قُلْتُ، ثُمَّ أَيٌّ ؟ قَالَ : "ِبرُّ الْوَالِدَيْنِ". قُلْتُ، ثُمَّ أَيٌّ ؟ قَالَ : "الجِهَادُ فِى سَبِيْلِ اللهِ". وَرَوَى مُسْلِمٌ وَغَيْرُهُ : "لَا يَجْزِيْ وَلَدٌ وَالِدَهُ إِلاَّ أَنْ يَجِدَهُ مَمْلُوْكا فَيَشْتَرِيَهُ فَيَعْتِقَهُ". وَرَوَى مُسْلِمٌ. أَقْبَلَ رَجُلٌ إِلَى رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ فَقَالَ: "أَبَايِعْكَ عَلَى الْـهِجْرَةِ وَ الْجِهَادِ؟ أَبْتَغِي الأَجْرُ مِنَ اللهِ تَعَالَى. قَالَ : "فَهَلْ مِنَ وَالِدَيْكَ أَحَدٌ حَيٌّ؟" قَالَ: نَعَمْ، بَلْ كِلَاهُمَا حَيٌّ. قَالَ : "فَتَبْتَغِيَ الْأَجْرُ مِنَ اللهِ؟" قَالَ: نَعَمْ. قَالَ : "فَارْجِعْ إِلَى وَالِدَيْكَ فَأَحْسِنْ صُحْبَتِكَ". مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ عَنْ عَبْدِ اللهِ ابْنِ عَمْرو.
Imam Bukhari dan Muslim telah mentakhrij hadits yang diterimanya dari Ibn Mas’ud ra. Beliau berkata, Saya telah bertanya kepada Rasulullah SAW. Amal apakah yang dicintai  Allah ?..” Rasul menjawab, “Shalat pada waktunya.” Saya bertanya lagi, “kemudian apa lagi ?” Nabi menjawab, “Jihad di jalan Allah.” Imam Muslim dan yang selainnya meriwayatkan, “Seorang anak tidak akan bisa menyaingi kebaikan orang tuanya , terkecuali jika ia menemukan orang tuanya menjadi hamba sahaya, lalu ia memerdekakannya.” Imam Muslim telah meriwayatkan pula bahwa, “Seseorang telah menghadap Rasulullah SAW. lantas ia berkata, “Aku baiat kepadamu untuk berhijrah dan jihad agar aku mendapatkan pahala dari Allah SWT.” Rasul bertanya, “Adakah  di antara kedua orang tuamu yang masih hidup?” ia menjawab, “ya, bahkan keduanya masih hidup.” Rasul bertanya lagi, “Apa Engkau mencari pahala dari Allah?”Dia menjawab, “ya.” Nabi bersabda, “Kembalilah pada kedua orang tuamu dan baguskanlah pergaulanmu dengan mereka!” (Disepakati ahli hadits diterima dari Abdullah bin ‘Amr).
وَرَوَي أَبُوْ يَعْلَى وَ الطَّبْرَانِي بِسَنَدٍ جَيِّدٍ. أَتَى رَجُلٌ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ فَقَالَ: إِنِّي أَشْتَهِي الْـجِهَادَ وَلاَ أَقْدِرُ عَلَيْهِ، قَالَ: "هَلْ بَقِيَ مِنْ وَالِدَيْكَ أَحَدٌ؟" قَالَ : أُمِّي. قَالَ: "فَاسْأَلُ اللهَ فِى بِرِّهَا، فَإِذَا فَعَلْتَ ذَ لِكَ فَأَنْتَ حَاجٌّ وَ مُعْتَمَرٌ"
Abu Ya’la dan Thabrany  meriwayatkan, bahwa seseorang telah datang kepada Rasulullah SAW., kemudian Dia berkata, “Sesungguhnya aku ingin sekali berjihad tapi aku tidan mampu melaksanakannya.” Lantas Rasul SAW. bertanya, “Apakah di antara kedua orang tuamu ada yang masih hidup?..” Dia menjawab, “Ada, ibuku.” Nabi bersabda, “Mintalah kepada Allah dalam berbuat baik  kepadanya, jika engkau mengerjakan itu, maka engkau akan mendapatkan pahala orang yang berhaji dan umrah.”

وَرَوَي مُجَاهِدُ وَ الطَّبْرَانِي: يَا رَسُوْلَ اللهِ إِنِّي أُرِيْدُ الجِهَادَ فِي سَبِيْلِ اللهِ، قَالَ : "أُمُّكَ حَيَّةٌ؟ قَالَ: نَعَمْ، قَالَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : "الزِمْ رِجْلَهَا فَثَمَّ الجَنَّةَ"
Mujahid dan Thabrany  meriwayatkan, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku ingin berjihad di jalan Allah.” Rasul SAW. bertanya, “Apakah Ibumu masih hidup?” ia menjawab, “ya.” Nabi bersabda, “Basuhlah kakinya, maka di sana ada surga!”

وَرَوَي ابْنُ مَاجَهٌ : يَا رَسُوْلَ اللهِ مَا حَقُّ الوَالِدَيْنِ عَلَى وَلَدِهِمَا؟ قَالَ هُمَا جَنَّتُكَ وَنَارُكَ. روى ابنُ مَاجَهٌ وَالنَّسَائِي وَاللَّفْظُ لَه  وَصَحَّحَهُ الحَاكِمُ : يَا رَسُوْلَ اللهِ إِنِّي أَرَدْتُ أَنْ أَغْزُوَ، وَقَدْ جِئْتُ أَسْتَشِيْرُكَ؟ فَقَالَ : "هَلْ لَكَ مِنْ أُمٍّ؟" قَالَ : نَعَمْ. قَالَ : "الزِمْهَا فَإِنَّ الْجَنَّةَ عِنْدَ رِجْلَيْهَا"
Ibnu Majah telah meriwayatkan: “Wahai  Rasulullah, apa hak kedua orang tua atas anaknya?..” Nabi bersabda, “Mereka berdua adalah surga dan nerakamu.” Ibnu Majah dan an-Nasai telah meriwayatkan, dan redaksinya milik an-Nasai dan disahihkan oleh Hakim” “Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku hendak berperang, dan aku datang meminta petunjukmu.” Rasul bertanya, “Apa kamu masih memiliki ibu?” ia menjawab, “ya.” Nabi bersabda, “Uruslah dia karena surga ada pada kedua kakinya.”.

وَرَوَي ابْنُ حِبَّان فِى صَحِيْحِهِ: أَنَّ رَجُلًا أَتَى اَبَا الدَّرْدَاءَ فَقَالَ : إِنَّ أَبِيْ لَمْ يَزَلْ بِي حَتَّى زَوِّجْنِي، وَ إِنَّهُ اْلآنَ يَأْمُرُنِيْ بِطَلَاقِهَا. قَالَ: "مَا أَنَا بِالَّذِيْ آمَرَكَ أَنْ تَعُقَ وَالِدَيْكَ، وَ لَا بِالَّذِي آمَرَكَ أَنْ طَلَّقَ زَوْجَتِكَ، غَيْرَ أَنَّكَ إِنْ شِئْتَ حَدَثَتْكَ بِمَا سَمِعْتَ مِنْ رَسُوْلِ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ سَمِعْتُهَ يَقُوْلُ : "الوَالِدُ أَوْسَطُ أَبْوَابِ الْجَنَّةَ، فَإِنْ شِئْتَ فَضَعْ ذَلِكَ الْبَابُ أَوْ حِفْظُهُ". َوقَالَ :حَدِيْثٌ حَسَنٌ صَحِيْحٌ.
Ibnu Hibban telah meriwayatkan dalam kitab sahihnya: “Sesungguhnya seseorang telah datang kepada Abu Darda, kemudian ia bertaka, “Sesungguhnya ayahku terus-menerus mendorongku (kepada seorang perempuan) hingga ia menikahkanku, dan sekarang ia menyuruhku untuk mentalaknya.” Abu Darda berkata, “Saya tidak akan memerintahkanmu untuk durhaka kepada orang tuamu, dan tidak pula menyuruhmu untuk mentalak istrimu, hanya saja jika kamu inginkan aku akan menceritakan kepadamu perkataan yang aku dengar dari Rasulullah SAW.” Rasul Bersabda, “Ayah adalah pertenghan pintu-pintu surga, maka barangsiapa yang berkehendak maka biarkanlah pintu tersebut, dan barangsiapa yang berkehendak, jagalah pintu tersebut.” Ibnu Hibban berkata, hadits ini adalah hadits hasan dan sahih.

وَرَوَي أَصْحَابُ السُّنَنِ الْأَرْبَعَةِ وَ ابْنُ حِبَّانِ فِي صَحِيْحِهِ، وَقَالَ التِّرْمِذِيْ حَدِيْثٌ حَسَنٌ صَحِيْحٌ عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا, قَالَ: كَانَتْ تَحْتِيْ اِمْرَأَةٌ وَكُنْتُ أُحِبُّهَا وَكَانَ عُمَرٌ يُكْرِهُهَا، فَقَالَ لِيْ: طَلِّقْهَا. فَأَبَيْتُ، فَأَتَي عُمَرُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَذَكَرَ ذَلِكَ لَهُ، فَقَالَ لِي رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : "طَلِّقْهَا"
Ashabus Sunan yang empat dan Ibnu Hibban dalam kitab Sahihnya telah meriwayatkan, dan Imam Turmudzi telah mengatakan bahwa hadits ini adalah hadits hasan dan sahih yang diterimanya dari Ibn Umar ra. “Saya memiliki seorang isteri yang aku cintai, sementara Umar (ayahku) membencinya.” Lantas Umar berkata, “ceraikanlah ia” tapi aku menolaknya. Kemudian beliau mendatangi Rasulullah SAW., dan menceritakan hal tersebut, kemudian Rasul bersabda kepadaku. “Ceraikanlah ia.”
وَرَوَى أَحْمَدُ بِسَنَدٍ صَحِيْحٍ : "مَنْ يَسُرُّهُ أَنْ يَمُدَّ لَهُ فِى عُمْرِهِ، وَيَزْدَادَ فِىْ رِزْقِهِ، فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ".ورَوي أَبُوْ يَعْلَى وَالْحَاكِمُ :" مَنْ بِرَّ وَالِدَيْهِ طُوْبَى لَهُ، زَادَ اللهُ فِى عُمْرِهِ"
Ahmad telah meriwayatkan sebuah hadits sahih, “Barangsiapa yang ingin dipanjankan umurnya, ditambahkan rezekinya, maka hendaklah ia bersilaturahmi.” Diriwayatkan oleh Abu Ya’la dan Hakim, “Barangsiapa berbuat baik kepada kedua orangtuanya, maka Allah akan menambahkan umurnya.”

وَرَوَي ابْنُ مَاجَهٌ وَ ابْنُ حِبَّانُ فِى صَحِيْحِهِ وَاللَّفْظُ لَهُ الْحَاكِمُ وَصَحَّحَهُ: "إِنَّ الرَّجُلَ لَيُحْرَمُ الرِّزْقُ بِالذَّنْبِ يُصِيْبَهُ، وَلَا يَرُدُّ القَدْرَ إِلاَّ الدُّعَاءُ، وَلَا يَزِيْدُ فِى الْعُمْرِ إِلاَّ البِرُّ" وَفِى رِوَايَةِ التِّرْمِذِي. وَقَالَ حَسَنٌ غَرِيْبٌ : "لَا يَرُدُّ القَضَاءَ إِلاَّ الدُّعَاءُ، وَلاَ يَزِيْدُ فِىْ الْعُمْرِ إِلاَّ البِرُّ"
Hadits riwayat Ibnu Majah dan Ibnu Hibban dalam kitab sahihnya, sementara redaksinya milik Imam Hakim dan telah mensahihkannya, “Sesungguhnya seseorang akan dihalangi rezekinya karena dosa yang telah dilakukannya, dan tidak akan menolak takdir kecuali do’a, dan tidak akan menambah umur kecuali berbuat baik kepada kedua orang tua.” Dalam riwayat Imam Tirmidzy, sebuah hadits hasan dan gharib, “Tidak akan bisa menolak qadla Allah kecuali do’a dan tidak ada yang akan menambah umur kecuali berbuat baik kepada Allah.”

وَرَوَي الْحَاكِمُ وَصَحَّحَهُ : " عَفُّوْا عَنْ نِسَاءِ النَّاسِ تَعَفُّ نِسَاؤُكُمْ، وَبِرُّوْا آبَاؤُكُمْ تَبِرُّكُمْ أَبْنَاؤُكُمْ، وَمَنْ أَتَاهُ أَخُوْهُ مُتَّصِلًا، فَلْيَقْبَلْ ذَلِكَ مُحَقًّا كَانَ أَوْ مُبَطَّلًا فَإِنْ لَمْ يَفْعَلْ لَمْ يَرد عَلَيَّ الحَوْضُ"
Hadits riwayat Imam hakik dan telah disahihkannya, “maafkanlah isteri-isteri orang lain, niscaya isteri-isterimu akan memaafkannmu. Dan berbuat baiklah kepada orang tuamu niscaya anak-anakmu akan berbuat baik kepadamu
وَرَوَي الطَّبْرَانِي بِإِسْنَادٍ حَسَنٍ : "بِرُّوْا آبَاكُمْ تَبِرُّكُمْ أَبْنَاؤُكُمْ، وَعَفُّوْا تَعَفُّ نِسَاؤُكُمْ" . رَوَي مُسْلِمٌ "رغم أنفه، ثم رغم أنفه، ثم رغم أنفه"- أي لصق الرغم وهو التراب من الذل- قِيْلَ: مَنْ يَا رَسُوْلَ اللهِ؟ قَال: "من أدرك والديه عند الكبر أو أحدهما ثمّ لم يدخل إلى الجنة"
Hadits riwayat Imam Thobroni dengan sanad yang baik, “  berbuat baiklah kepada orang tua kalian, niscaya anak- anak kalian akan berbuat baik kepada kalian. Hadits riwayat Imam Muslim, : "Sungguh merugi, sungguh merugi, dan sungguh merugi orang yang mendapatkan kedua orang tuanya yang sudah renta atau salah seorang dari mereka kemudian hal itu tidak dapat memasukkannya ke dalam Surga."
وَرَوَي الطَّبْرَانِي بِاِسْنَادٍ  حَسَنٍ . صَعَدَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ المِنْبَرَ فَقَالَ : "آمِيْن آمِيْن آمِيْن". ثُمَّ قَالَ: "أَتَانِي جِبْرِيْلُ عَلَيْهِ السَّلاَمُ فَقَالَ: يَامُحَمَّدُ مَنْ أَدْرَكَ أَحَدٌ أَبَوَيْهِ ثُمَّ لَمْ يَبِرَّهُمَا فَمَاتَ فَدَخَلَ النَّارَ فَأَبْعَدَهُ اللهُ. قُلْ : آمِيْن فَقُلْتُ: آمِيْن. فَقَالَ : يَا مُحَمَّدُ مَنْ أَدْرَكَ شَهْرَ رَمَضَانَ فَلَمْ يُغْفَرْ لَهُ فَمَاتَ فَدَخَلَ النَّارَ فَأَبْعَدَهُ اللهُ. قُلْ : آمِيْن فَقُلْتُ: آمِيْن. قَالَ: وَمَنْ ذَكَرْتَ عِنْدَهُ فَلَمْ يُصَلِّ عَلَيْكَ فَمَاتَ فَدَخَلَ النَّارَ فَأَبْعَدَهُ اللهُ. قُلْ آمِيْن. فَقُلْتُ آمِيْن. وَرَوَي ابْنُ حِبَّانُ فِى صَحِيْحِهِ إِلاَّ أَنَّهُ قَالَ فِيْهِ: مَنْ أَدْرَكَ أَبَوَيْهِ أَوْ أَحَدِهِمَا فَلَمْ يَبِرَّهُمَا فَمَاتَ فَدَخَلَ النَّارَ فَأَبْعَدَهُ اللهَ. قُلْ آمِيْن. فَقُلْتُ آمِيْن وَرَوَي الْحَاكِمُ وَغَيْرُهُ، وَقَالَ فِى آخِرِهِ: فَلَمَّا رُقِيَتِ الثَّالِثَةُ، وَقَالَ:  مَنْ أَدْرَكَ أَبَوَيْهِ الكِبَرُ عِنْدَهُ أَوْ أَحَدُهُمَا فَلَمْ يَدْخُلَاهُ الجَنَّةَ. قُلْتُ آمِيْن. وَرَوَي الطَّبْرَانِيْى وَفِيْهِ: مَنْ أَدْرَكَ وَالِدَيْهِ أَوْ أَحَدِهِمَا فَلَمْ يَبِرَّهُمَا فَمَاتَ فَدَخَلَ النَّارَ فَأَبْعَدَهُ اللهُ وَأَسْحَقَهُ قُلْتُ: آمِيْن. وَرَوَي أَحْمَدُ مِنْ طُرُقٍ حَسَنٍ: مَنْ أَعْتَقَ رَقَبَةً مُسْلِمَةً فَهِيَ فِدَاؤُهُ مِنَ النَّارِ، وَمَنْ أَدْرَكَ أَحَدَ وَالِدَيْهِ، ثُمَّ لَمْ يُغْفَرْ لَهُ فَأَبْعَدَهُ اللهُ" زَادَ فِي رِوَايَةٍ: "وَأَسْحَقَهُ".
Hadits riwayat Imam Thabrany dengan beberapa sanad yang salah satunya adalah hasan. “Nabi SAW. naik ke atas mimbar, dan beliau mengucapkan, Amin, amin, amin.” Kemudian beliau bersabda, “Telah datang kepadaku Jibril lalu berkata, “Barangsiapa mendapatkan kedua orang tuanya kemudian ia tidak berbuat baik kepada mereka, lalu ia meninggal, lalu masuk neraka, kemudian Allah menjauhkannya, maka ucapkanlah‘amin’.” Maka aku pun mengucapkan ‘amin’.” Kemudian Jibril berkata lagi, “Barangsiapa mendapatkan bulan Ramadlan, kemudian ia meninggal, lalu ia tidak diampuni, lalu masuk neraka, kemudian Allah menjauhkannya, maka ucapkanlah‘amin’.” Maka aku pun mengucapkan ‘amin’.” Kemudian Jibril berkata lagi, “Barangsiapa yang disebutkan padanya namamu lalu ia tidak membaca shalawat kepadamu, kemudian ia meninggal, lalu masuk neraka, kemudian Allah menjauhkannya, maka ucapkanlah‘amin’.” Maka aku pun mengucapkan ‘amin’.” Hadits riwayat imam Hakim dan yang lainnya, dan pada akhir hadits Nabi bersabda, “Ketika aku naik ketiga kalinya, Jibril berkata lagi, “Jauh dari rahmat Allah orang yang mendapatkan kedua orang tuanya yang tua renta atau salah satunya, kemudian keduanya tidak memasukkannya ke dalam surga,” aku mengucapkan ‘amin’.” Hadits imam Thabrany, di dalamnya dikatakan, “Barangsiapa mendapatkan kedua orang tuanya atau salah satunya kemudian ia tidak berbuat baik kepada mereka, lalu meninggal dan masuk neraka dan dijauhkan oleh Allah dan dihancurkannya.” Aku mengucapkan “amin.” Hadits riwayat Imam Ahmad dari beberapa jalan yang salah satunya adalah hasan, “Barangsiapa membebaskan seorang budak maka ia adalah tebusan baginya dari api neraka, dan barangsiapa yang mendapatkan salah satu dari kedua orang tuanya, kemudian ia tidak diampuninya, maka Allah akan menjauhkannya (dari rahmatnya). Dalam riwayat lain ditambahkan, “dan Allah menghancurkannya.”

وَرَوَي الشَّيْخَانِ: يَارَسُوْلَ اللهِ مَنْ أَحَقُّ النَّاسِ بِحُسْنِ صَحَابَتِي؟ قَالَ: "أُمُّكَ" ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ: "أُمُّكَ" ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ: "أَبُوْكَ"
Hadits riwayat Syaikhoni, Wahai Rasulullah siapakah manusia yang paling berhak untuk saya pergauli dengan baik? Rasul bersabda, “ibumu.” Kemudian siapa lagi? Jawab Rasul, “Ibumu.” Kemudian siapa lagi? Jawab Rasul, “Bapakmu.”
وَرَوَى الشَّيْخَانِ عَنْ أَسْمَاءِ بِنْتِ أَبِي بَكْرٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَتْ: قَدَّمَتْ عَلَيَّ أُمِّي وَهِيَ مُشْرِكَةً فِى عَهْدِ رَسُوْلِ اللهِ r فَاسْتَفْتَيْتُ رَسُوْلَ اللهِ r فَقُلْتُ: قَدَّمَتْ عَلَيَّ أُمِّي وَهِيَ رَاغِبَةٌ. أَفَأَصِلُ أُمِّي؟ قَالَ: "نَعَمْ، صَلِّي أُمُّكَ"
Hadits riwayat Bukhari dan Muslim yang diterima dari Asma binti Abu Bakar ra, ia berkata, “Pada zaman Rasulullah SAW. ibuku datang kepadaku padahal ia seorang wanita musyrik, kemudian aku meminta fatwa kepada Rasulullah SAW, lantas aku berkata, “Ibuku telah datang kepadaku, padahal ia seorang wanita musyrik, apakah aku boleh menemuinya? Jawab Rasul, “Temuilah ibumu!”
وَرَوَى ابْنُ حِبَّانُ فِي صَحِيْحِهِ وَالْحَاكِمُ وَقَالَ صَحِيْحٌ عَلَى شَرْطِ مُسْلِمٍ "رِضَا اللهُ فِى رِضَا الْوَالِدُ، أَوْ قَالَ الْوَالِدَيْنِ، سُخْطُ اللهِ فِى سُخْطِ الوَالِدِ، أَوْ قَالَ الْوَالِدَيْنِ."
Hadits riwayat Ibnu Hibban dalam kitab sahihnya dan juga riwayat Imam Hakim, ia mengatakan bahwa hadits ini adalah shahih sesuai dengan persyaratan imam Muslim, “Ridla Allah ada pada ridla orang tua atau kedua orang tua, dan murka Allah ada pada murka orang tua atau kedua orang tua.”
وَفِى رِوَايَةِ الطَّبْرَانِيى: "طَاعَةُ اللهِ فِى طَاعَةِ الْوَالِدِ. أَوْ قَالَ: الْوَالِدَيْنِ، وَمَعْصِيَّتِهِ فِى مَعْصِيَّةِ الْوَالِدِ أَوْ قَالَ: الْوَالِدَيْنِ" وَفِى أُخْرَى لِلْبَزَّارِ: "رِضَا الرَّبِّ تَبَارَكَ وَتَعَالَى فِى رِضَا الْوَالِدَيْنِ وَسُخْطُ الرَّبِّ تَبَارَكَ وَتَعَالَى فِى سُخْطِ الْوَالِدَيْنِ." وَرَوَي التِّرْمِيْذِى وَاللَّفْظُ لَهُ وَابْنُ حِبَّانُ فِى صَحِيْحِهِ وَالْحَاكِمُ وَقَالَ صَحِيْحٌ عَلَى شَرْطِهِمَا: أَتَى النَّبِيَّ r رَجُلٌ فَقَالَ: إِنِّى أَذْنَبْتُ ذَنْبًا عَظِيْمًا. فَهَلْ لِي مِنْ تَوْبَةٍ؟ قَالَ: "هَلْ لَكَ مِنْ أُمٍّ؟" قَالَ: لَا. قَالَ: "فَهَلْ لَكَ مِنْ خَالَةٍ؟" قَالَ: نَعَمْ، قَالَ: "فَبِرْهَا"
Dalam hadits Imam Thabrany: “taat kepada Allah ada pada taat kepada orang tua atau kedua orang tua, dan maksiat kepada Allah ada pada maksiat kepada orang tua atau kedua orang tua.” Pada Riwayat lain Imam Bazzari “Ridla Tuhan Yang Maha Suci dan Maha Luhur ada pada ridla kedua orang tua, dan murka Tuhan Tuhan Yang Maha Suci dan Maha Luhur ada pada murka kedua orang tua.” Hadits riwayat Imam Turmudzi dan Ibnu Hibban dalam kitab sahihnya dan juga Imam Hakim, ia mengatakan hadits ini sahih sesuai persyaratan Bukhari dan Muslim, “telah datang seorang laki-laki kepada Nabi SAW., ia berkata, “Sesungguhnya telah melakukan dosa besar, apakah aku masih bisa bertaubat?” Sabda Rasul, “Apakah kamu masih memiliki ibu.” Jawab laki-laki itu, “Tidak.” Sabda Rasul, “Apakah kamu memiliki bibi?” Jawab laki-laki, “Ya.” Sabda Rasul, “Berbuat baiklah kepadanya.”
وَرَوَى أَبُوْ دَاوُد وَابْنُ مَاجَهٌ: يَارَسُوْلَ اللهِ هَلْ بَقِيَ مِنْ بِرِّ أَبَوَيْ شَيْءٌ أَبِرُّهُمَا بِهِ بَعْدَ مَوْتِهِمَا ؟ قَالَ : نَعَمْ, الصَّلَاةُ عَلَيْهِمَا- أَيُّ الدُّعَاءِ لَهُمَا وَاْلإِسْتِغْفَارِ لَهُمَا وَإنْفَاذِ عَهْدِهِمَا مِنْ بَعْدِهِمَا، وَصِلَةُ الرَّحْمِ الَّتِي لَا تَوَصَّلَ إِلاَّ بِهِمَا وَإِكْرَامِ صَدِيْقِهِمَا. وَرَوَي ابْنُ حِبَّانُ فِى صَحِيْحِهِ بِزِيَادَةٍ، قَالَ الرَّجُلُ : مَا أَكْثَرُ هَذَا يَارَسُوْلَ اللهِ وَ أَطْيَبُهُ؟ قَالَ : "فَاعْمَلْ بِهِ" وَرَوَى مُسْلِمٌ : عَنْ عَبْدِ اللهِ ابْنِ عُمَر رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا لَقِيَهُ رَجُلٌ مِنَ الْأَعْرَابِ بِطَرِيْقِ مَكَّةَ فَسَلَّمَ عَلَيْهِ عَبْدُ اللهِ ابْنِ عُمَر، وَحَمَلَهُ عَلَى حِمَارٍ كَانَ يَرْكَبُهُ، وَ أَعْطَاهُ عَمَامَةً كَانَتْ عَلَى رَأْسِهِ. قَالَ ابْنُ دِيْنَارٌ : فَقُلْنَا : أَصْلَحَكُمُ اللهُ إِنَّهُمْ الْأَعْرَاب  وَهُمْ يَرْضَوْنَ بِالْيَسِيْرِ، فَقَالَ عَبْدُ اللهِ ابْنِ عُمَرٌ : إِنَّ أَبَا هَذَا كَانَ وُدًّا لِعُمَرِ بْنِ الْخَطَّاب، وَ إِنَّي سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ يَقُوْلُ : "إِنَّ أَبَرَّ الْبِرِّ صِلَةُ الوَلَدُ أَهْلَ وُدَّ أَبِيْهِ".
Hadits riwayat Abu Daud dan Ibnu Majah, “Ya Rasulullah, apakah masih ada sebuah perbuatan baik kepada kedua orang tuaku yang akan aku laksanakan setelah mereka meninggal? Jawab Rasul, “bershalawat untu mereka; yakni mendo’akan dan memintakan ampunan bagi mereka, serta melaksanakan janji mereka setelah mereka meninggal, bersilaturahmi dan memuliakan sahabat-sahabat mereka.” Ibnu Hibban dalam kitab sahihnya meriwayatkan pula hadits tersebut dengan ada tambahan; laki-laki itu berkata, “Dari hal tersebut manakah yang harus diperbanyak dan paling baik?” Jawab Rasul, “lakukanlah itu!”. Hadits riwayat Imam Muslim dari Abdullah Ibn Umar ra., bahwa ia telah bertemu dengan seorang A’raby di perjalanan menuju Makkah, kemudian Ibnu Umar membacakan salah kepadanya, dan membawa orang tersebut ke atas kendaraan miliknya dan memberikan sorban yang dipakai di atas kepalanya. Kata Ibnu Dinar, maka kami berkata, “Semoga Allah memberikan kepadamu, sesungguhnya mereka adalah orang-orang ‘Araby yang mana mereka ridla dengan hal-hal yang kecil.” Ibnu Umar berkata, “Sesungguhnya ayah orang ini adalah teman Umar Ibnu Khatab, dan aku pernah mendengar Rasulullah SAW. bersabda, “Sesungguhnya yang terbaik di antara yang baik adalah silaturahmi seorang anak kepada sahabat orang tuanya.”
وَرَوَي ابْنُ حِبّاَنُ فِي صَحِيْحِهِ عَنْ أَبِي بُرْدَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، قَالَ : قَدِمْتُ الْمَدِيْنَةَ فَأَتَانِي عَبْدُ اللهِ بْنِ عُمَرَ فَقَالَ : أَتَدْرِيْ لَمْ أَتَيْتُكَ؟ قُلْتُ : لَا، قَالَ : فَإٍنِّي سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ يَقُوْلُ : "مَنْ أَحَبّ أَنْ يَصِلَ أَبَاهُ فِى قَبْرِهِ فَلْيَصِلْ إِخْوَانَ أَبِيْهِ بَعْدَهُ وَ إِنَّهُ كَانَ بَيْنَ أَبِي عُمَرَ وَ بَيْنَ أَبِيْكَ إِخَاءٌ وَوَدٌ، فَأَحْبَبْتُ أَنْ أَصِلَ ذَلِكَ".
Hadits Riwayat Ibnu Hibban dalam kitab Sahihnya, yang diterima dari Abi  Burdah ra. ia berkata, “Aku datang ke Madinah, kemudian datang kepadaku Abdullah Ibnu Umar, kemudian ia berkata, “Apakah engkau tahu kenapa aku datang kepadamu?” Aku menjawab, “tidak.” Ia berkata, “Sesungguhnya aku telah mendengar Rasullah SAW. bersabda, “Barangsiapa yang senang mengunjungi kuburan ayahnya maka kunjungilah sahabat-sahabat ayahnya setalah ia meninggal!” dan sesungguhnya antara ayahku, ‘Umar’ dan ayaamu ada persaudaraan dan kasih sayang, maka senang untuk melanjutkan hal itu.
وَفِى حَدِيْثِ الصَّحِيْحَيْنِ وَغَيْرِهِمَا الـمَشْهُوْرُ بِرِوَايَاتٍ مُتَعَدِّدَةٍ : إِنَّ ثَلَاثَةَ نَفَرٍ مِـمَّنْ كَانَ قَبْلَنَا خَرَجُوْا يَتَمَاشُوْنَا وَ يَرْتَادُوْنَ لِأَهْلِيْهِمْ، فَأَخَذَهُمْ الْمَطَرُ حَتّىَ آوَوْا إِلَى غَارٍ فِى الْجَبَلِ فَانْحَدَرَتْ عَلَى قِمَّتِهِ الصَّخْرَةِ، فَسَدَ تْهُ.
فَقَالُوْا : إِنَّهَ لَا يُنْجِيْكُمْ مِنْ هَذِهِ الصَّخْرَةِ إِلّاَ أَنْ تَدْعُوَا بِأَصْلَحِ أَعْمَالِكُمْ. وَفِى رِوَايَةٍ : فَقَالَ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ : اُنْظُرُوْا أَعْمَالًا عَمِلْتُمُوْهَا لِلَّهِ عَزَّ وَ جَلَّ صالح فَادْعُوْا اللهَ بِهَا لَعَلَّهُ يُفَرِّجُهَا. وَفِى أُخْرَي : فَقَالَ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ : عَفَا اْلأَثَرُ وَوَقَعَ الحَجَرُ وَلَا يَعْلَمُ بِمَكَانِكُمْ إِلَّا اللهُ، فَادْعُوْا اللهَ بِأَوْثَقِ أَعْمَاِلكُمْ. فَقَالَ أَحَدُهُمْ : اللّهُمَّ إِنَّهُ كَانَ لِي أَبَوَانِ شَيْخَانِ كَبِيْرَانِ وَ كُنْتُ لَا أَغْبِقُ قَبْلَهُمَا أَهْلًا وَلاَ مَالًا، فَنَأَى بِي طَلَبَ شَجَرٌ يَوْمًا فَلَمْ أَرِحْ عَلَيْهِمَا حَتَّى نَامَا، فَحَلَبْتُ لَهُمَا غُبُوْقَهُمَا فَوَجَدْتُهُمَا نَائِمَيْنِ فَكَرِهْتُ أَنْ أَغْبِقَ قَبْلَهُمَا أَهْلًا أَوْ مَالًا، فَلَبِثْتُ وَاْلقَدَحُ يَدَيْ أَنْتَظِرُ اسْتَيْقَاظَهُمَا حَتَّى بَرِقَ الْفَجَرُ، فَاسْتَيْقَاظَا فَشَرِبَا غُبُوْقَهُمَا. اللّهُمَّ إِنْ كُنْتُ فَعَلْتُ ذَلِكَ اِبْتغِاَءَ وَجْهَكَ فَفَرِّجْ عَنَّا مَا نَحْنُ فِيْهِ مِنَ الصَّخْرَةِ، فَفَرِجَتْ شَيْئًا وَلَا يَسْتَطِيْعُوْنَ الخُرُوْجَ.
Dalam dua hadits Imam Bukhari dan Muslim juga hadits lainnya yang masyhur dengan riwayat berbilang, “Sesungguhnya tiga orang sebelum kami mengadakan perjalanan ke luar daerah untuk mengunjungi saudara mereka, (di tengah perjalanan mereka terhalang hujan hingga mereka berlindung di dalam gua sebuah gunung, kemudian dari puncak gunung jatuh sebuah batu besar yang menutupi mulut gua.
Mereka berkata, “Sesungguhnya tidak akan ada yang dapat menyelamatkan dari batu ini kecuali kamu berdoa dengan amal salehmu.” Dalam riwayat lain, sebagian mereka berkata kepada sebagian yang lain, “Pikirkanlah amal shaleh yang kamu lakukan karena Allah ‘Azza wajalla dan berdoalah kepada Allah dengan berkah amal tersebut mudah-mudahan Allah membukakan batu tersebut!” Dalam riwayat lain, sebagian mereka berkata kepada sebagian yang lain, “Hilanglah jejak dan batu telah jatuh, tidak ada yang tahu akan keberadaan tempatmu kecuali Allah, maka berdoalah kepada Allah dengan berkah amal baikmu!” Salah satu di antara mereka berkata, “Ya Allah, sesungguhnya aku memiliki dua orang tua yang sudah renta dan aku tidak pernah memberi makan keluarga dan hewan milikku sebelum mereka berdua, kemudian (pada suatu hari) saya pergi untuk mencari kayu bakar, saya tidak berhenti karena mereka hingga mereka tertidur, kemudian aku memeras susu untuk minum mereka berdua, aku menemukan mereka tertidur tapi aku tidak mau memberikannya kepada keluargaku sebelum mereka berdua, maka aku menunggu diam menunggu sedang wadah ada di tanganku menunggu mereka terbangun hingga fajar menyingsing, kemudian mereka terbangun dan mereka meminumnya. Ya Allah, jika aku mengerjakan hal tersebut karena mengharap ridlamu maka berikanlah jalan keluar dari batu yang menghalangi kami!.” Maka terbukalah batu tersebut, tapi mereka belum bisa keluar.

وَفِى رِوَايَةٍ : وَ لِيَ صَبِيَّةٌ صِغَارٌ كُنْتُ أَرْعَى، إِذَا رَحَتْ عَلَيْهِمَا فَحَلَبَتْ بَدَأْتُ بِوَالِدِي أيقيهما قَبْلَ وَلَدِيْ، وَ أَنَّهُ نَأَى بِي طَلَبَ شَجَرًا يَوْمًا فَمَا أَتَيْتُ حَتَّى أَمْسَيْتُ فَوَجَدَهُمَا قَدْ نَامَا، فَحَلَبْتُ كَمَا كُنْتُ أَحْلَبُ، فَجِئْتُ بِالْحَلَابِ فَقَعَدْتُ عِنْدَ رُؤُوْسِهِمَا أَكْرَهُ أَنْ أَوْقِظْهُمَا مِنْ نَوْمِهِمَا وَ أَكْرَهُ أَنْ أَبْدَأُ بِالصَّبِيَّةِ، وَ الصَّبِيَّةُ يَتَضَاغُوْنَ عِنْدَ قَدَمِيْ. فَلَمْ يَزَلْ ذَلِكَ دَأْبَي وَدَأْبَهُمَا حَتَّى طَلَعَ الْفَجْرُ. فَإِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنِّي قَدْ فَعَلْتُ ذَلِكَ اِبْتِغَاءَ وَجْهَكَ، فَافْرِجْ لَنَا فَرْجَةً نَرَى مِنْهَا السَّمَاءَ،  فَفَرَجَ اللهُ لَهُمْ فَرْجَةً حَتَّى رَأَوْا مِنْهَا السَّمَاءُ.
وَ ذَكَرَ الآخَرُ عَفَتَهُ عَنِ الزِّنَا بِابْنَةِ عَمِّهِ.
وَ الْآخَرُ تَمْنِيْهِ لِمَالٍ أَجِيْرٍ فَانْفَرَجَتْ عَنْهُمْ كُلِّهَا، وَخَرَجُوْا يَتَمَاشُوْنَ.

Dalam satu riwayat, “Aku mengurus anak-anak perempuan yang masih kecil, jika aku mampir kepada mereka kemudian memerah susu, maka aku mengedepankan kedua orang tuaku untuk meminumnya sebelum anak-anakku. kemudian (pada suatu hari) saya pergi untuk mencari kayu bakar. Saya tidak datang sampai sore hingga saya mendapatkan mereka berdua tertidur. Kemudian saya memerah susu sebagaimana aku melakukannya, lantas aku membawa susu perahan tersebut dan aku duduk dekat kepala mereka berdua sedang aku enggan membangunkan mereka dan enggan pula memberikannya kepada anak-anak, padahal anak-anak merengek-rengek di bawah kakiku. Hal tersebut berlanjut hingga fajar menyingsing. Ya Allah, jika aku mengerjakan hal tersebut karena mengharap ridlamu maka berikanlah bukakanlah sehingga kami dapat melihat langit. Maka Allah membukakan bagi mereka lubang sehingga mereka dapat melihat langit.
Yang lainnya menceritakann tentang keterjagaannya dari berbuat zina dengan anak perempuan pamannya.
Dan yang lainnya menceritakan tentang menumbuhkembangkan harta dari upah pekerjanya, sehingga batu tersebut terbuka hingga mereka dapat keluar dan meneruskan perjalanan.


PENJELASAN
Al-Birr yaitu kebaikan, berdasarkan sabda Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassallam (artinya) : "Al Birr adalah baiknya akhlaq". Al Birr merupakan haq kedua orang tua dan kerabat dekat, lawan dari Al ‘Uquuq yaitu kejelekan dan menyia-nyiakan haq.
"Al Birr adalah mentaati kedua orang tua didalam semua apa yang mereka perintahkan kepada engkau, selama tidak bermaksiat kepada Allah, dan Al ‘Uquuq dan menjauhi mereka dan tidak berbuat baik kepadanya." 
Kedua orang tua adalah manusia yang paling berjasa dan utama bagi diri seseorang. Allah Subhanahu wa Ta'ala telah memerintahkan dalam berbagai tempat di dalam Al-Qur'an agar berbakti kepada kedua orang tua. Allah menyebutkannya berbarengan dengan pentauhidan-Nya Azza wa Jalla dan memerintahkan para hamba-Nya untuk melaksanakannya sebagaimana akan disebutkan kemudian.
Hak kedua orang tua merupakan hak terbesar yang harus dilaksanakan oleh setiap Muslim. Di sini akan dicantumkan beberapa adab yang berkaitan dengan masalah ini. Antara lain hak yang wajib dilakukan semasa kedua orang tua hidup dan setelah meninggal. Dengan pertolongan Allah saya akan sebutkan beberapa adab tersebut, antara lain: hak-hak yang wajib dilaksanakan semasa orang tua masih hidup.

HAK ORANG TUA YANG MASIH HIDUP
Di antara hak orang tua ketika masih hidup adalah:
1.      Mentaati Mereka Selama Tidak Mendurhakai Allah
Mentaati kedua orang tua hukumnya wajib atas setiap Muslim. Haram hukumnya mendurhakai keduanya. Tidak diperbolehkan sedikit pun mendurhakai mereka berdua kecuali apabila mereka menyuruh untuk menyekutukan Allah atau mendurhakai-Nya.
Allah Subhanahu wa TA'ala berfirman: "Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya..." (QS. Luqman: 15)
Tidak boleh mentaati makhluk untuk mendurhakai Allah, Penciptanya, sebagaimana sabda Rasululah shallallahu 'alaihi wa sallam: "Tidak ada ketaatan untuk mendurhakai Allah. Sesungguhnya ketaatan itu hanya dalam melakukan kebaikan." (HR. Bukhari no. 4340, 7145, 7257, dan Muslim no. 1840, dari Ali radhiyallahu 'anhu)
Adapun jika bukan dalam perkara yang mendurhakai Allah, wajib mentaati kedua orang tua selamanya dan ini termasuk perkara yang paling diwajibkan. Oleh karena itu, seorang Muslim tidak boleh mendurhakai apa saja yang diperintahkan oleh kedua orang tua.

2.      Berbakti dan Merendahkan Diri di Hadapan Kedua Orang Tua
Allah Subhanahu wa Ta'ala juga berfirman: "Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada kedua orang tua ibu bapaknya..." (QS. Al-Ahqaaf: 15). "Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang tua ibu bapak..." (QS. An-Nisaa': 36)
Perintah berbuat baik ini lebih ditegaskan jika usia kedua orang tua semakin tua dan lanjut hingga kondisi mereka melemah dan sangat membutuhkan bantuan dan perhatian dari anaknya. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman: "Dan Rabb-mu telah memerintahkan supaya kami jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik kepada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan 'ah' dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah: 'Wahai, Rabb-ku, kasihilah keduanya sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil.'" (QS. Al-Israa': 23-24)]
Di dalam sebuah hadits, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Sungguh merugi, sungguh merugi, dan sungguh merugi orang yang mendapatkan kedua orang tuanya yang sudah renta atau salah seorang dari mereka kemudian hal itu tidak dapat memasukkannya ke dalam Surga." (HR. Muslim no. 2551, dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu)
Di antara bakti terhadap kedua orang tua adalah menjauhkan ucapan dan perbuatan yang dapat menyakiti kedua orang tua, walaupun dengan isyarat atau dengan ucapan 'ah'. Termasuk berbakti kepada keduanya ialah senantiasa membuat mereka ridha dengan melakukan apa yang mereka inginkan, selama hal itu tidak mendurhakai Allah Subhanahu wa Ta'ala, sebagaimana yang telah disebutkan.

3.      Merendahkan Diri Di Hadapan Keduanya
Tidak boleh mengeraskan suara melebihi suara kedua orang tua atau di hadapan mereka berdua. Tidak boleh juga berjalan di depan mereka, masuk dan keluar mendahului mereka, atau mendahului urusan mereka berdua. Rendahkanlah diri di hadapan mereka berdua dengan cara mendahulukan segala urusan mereka, membentangkan dipan untuk mereka, mempersilakan mereka duduk di tempat yang empuk, menyodorkan bantal, janganlah mendului makan dan minum, dan lain sebagainya.

4.      Berbicara Dengan Lembut Di Hadapan Mereka
Berbicara dengan lembut merupakan kesempurnaan bakti kepada kedua orang tua dan merendahkan diri di hadapan mereka, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta'ala: "...Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan 'ah' dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia." (QS. Al-Israa': 23)
Oleh karena itu, berbicaralah kepada mereka berdua dengan ucapan yang lemah lembut dan baik serta dengan lafazh yang bagus.

5.      Menyediakan Makanan Untuk Mereka
Menyediakan makanan juga termasuk bakti kepada kedua orang tua, terutama jika ia memberi mereka makan dari hasil jerih payah sendiri. Jadi, sepantasnya disediakan untuk mereka makanan dan minuman terbaik dan lebih mendahulukan mereka berdua daripada dirinya, anaknya, dan istrinya.

6.      Meminta Izin Kepada Mereka Sebelum Berjihad dan Pergi Untuk Urusan Lainnya
Izin kepada orang tua diperlukan untuk jihad yang belum ditentukan. Seorang laki-laki datang menghadap Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan bertanya: "Ya, Raslullah, apakah aku boleh ikut berjihad?" Beliau balik bertanya: "Apakah kamu masih mempunyai kedua orang tua?" Laki-laki itu menjawab: "Masih." Beliau bersabda: "Berjihadlah (dengan cara berbakti) kepada keduanya." (HR. Bukhari no. 3004, 5972, dan Muslim no. 2549, dari Ibnu 'Amr radhiyallahu 'anhu)
Seorang laki-laki mendatangi Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan berkata: "Aku datang membai'atmu untuk hijrah dan tinggalkan kedua orang tuaku menangisi (kepergianku). Maka Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Pulanglah dan buatlah mereka tertawa sebagaimana kamu telah membuat mereka menangis." (HR. Abu Dawud no. 2528, an-Nasa-i, VII/143, Ibnu Majah no. 2782, dari Ibnu 'Amr radhiyallahu 'anhu. Lihat kitab Shahiih Abi Dawud no. 2205)
Seorang laki-laki hijrah dari negeri Yaman lalu Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bertanya kepadanya: "Apakah kamu masih mempunyai kerabat di Yaman?" Laki-laki itu menjawab: "Masih, yaitu kedua orang tuaku." Beliau kembali bertanya: "Apakah mereka berdua mengizinkanmu?" Laki-laki itu menjawab: "Tidak." Lantas, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Kembalilah kamu kepada mereka dan mintalah izin dari mereka. Jika mereka mengizinkan, maka kamu boleh ikut berjihad, namun jika tidak, maka berbaktilah kepada keduanya." (HR. Ahmad, III/76; Abu Dawud no. 2530; al-Hakim, II/103, 103, dan ia menshahihkannya serta disetujui oleh Adz-Dzahabi dari Abu Sa'id radhiyallahu 'anhu. Lihat kitab Shahihh Abu Dawud no. 2207)
Seorang laki-laki berkata kepada beliau: "Aku membai'at anda untuk berhijrah dan berjihad semata-mata hanya mengharapkan pahala dari Allah Subhanahu wa Ta'ala." Beliau bersabda kepada laki-laki tersebut: "Apakah salah satu kedua orang tuamu masih hidup?" Laki-laki itu menjawab: "Masih, bahkan keduanya masih hidup." Beliau kembali bersabda: "Apakah kamu ingin mendapatkan pahala dari Allah Subhanahu wa Ta'ala?" Laki-laki itu menjawab: "Ya." Kemudian, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Kembalilah kamu kepada kedua orang tuamu dan berbaktilah kepada keduanya." (HR. Muslim no. 2549, dari Ibnu 'Amr radhiyallahu 'anhu)

7.      Memberikan Harta Kepada Orang Tua Menurut Jumlah Yang mereka Inginkan
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda kepada seorang laki-laki ketika ia berkata: "Ayahku ingin mengambil hartaku." Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Kamu dan hartamu milik ayahmu." (HR. Ahmad, II/204, Abu Dawud no. 3530, dan Ibnu Majah no. 2292, dari Ibnu 'AMr radhiyallahu 'anhu. Hadits ini tertera dalam kitab Shahiihul Jaami no. 1486)
Oleh sebab itu, hendaknya seseorang jangan bersikap bakhil (kikir) terhadap orang yang menyebabkan keberadaan dirinya, memeliharanya ketika kecil dan lemah, serta telah berbuat baik kepadanya.

8.      Membuat Keduanya Ridha Dengan Berbuat Baik Kepada Orang-orang yang Dicintai Mereka
Hendaknya seseorang membuat kedua orang tua ridha dengan berbuat baik kepada para saudara, karib kerabat, teman-teman, dan selain mereka. Yakni, dengan memuliakan mereka, menyambung tali silaturrahim dengan mereka, menunaikan janji-janji (orang tua) kepada mereka. Akan disebutkan nanti beberapa hadits yang berkaitan dengan masalah ini.
9.      Memenuhi Sumpah Kedua Orang Tua
Apabila kedua orang tua bersumpah kepada anaknya untuk suatu perkara tertentu yang di dalamnya tidak terdapat perbuatan maksiat, maka wajib bagi seorang anak untuk memenuhi sumpah keduanya karena itu termasuk hak mereka.
10.  Tidak Mencela Orang Tua atau Tidak Menyebabkan Mereka Dicela Orang Lain
Mencela orang tua dan menyebabkan mereka dicela orang lain termasuk salah satu dosa besar. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Termasuk dosa besar adalah seseorang mencela orang tuanya." Para Sahabat bertanya: "Ya, Rasulullah, apa ada orang yang mencela orang tuanya?" Beliau menjawab: "Ada. Ia mencela ayah orang lain kemudian orang itu membalas mencela orang tuanya. Ia mencela ibu orang lain lalu orang itu membalas mencela ibunya." (HR. Bukhari no. 5973 dan Muslim no. 90, dari Ibnu 'Amr radhiyallahu 'anhu)
Perbuatan ini merupakan perbuatan dosa yang paling buruk. Orang-orang sering bergurau dan bercanda dengan melakukan perbuatan yang sangat tercela ini. Biasanya perbuatan ini muncul dari orang-orang rendahan dan hina. Perbuatan seperti ini termasuk dosa besar sebagaimana yang telah disebutkan.

11.  Mendahulukan Berbakti Kepada Ibu Daripada Ayah
Seorang laki-laki pernah bertanya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam: "Siapa yang paling berhak mendapatkan perlakuan baik dariku?" Beliau menjawab: "Ibumu." Laki-laki itu bertanya lagi: "Kemudian siapa lagi?" Beliau kembali menjawab: "Ibumu." Laki-laki itu kembali bertanya: "Lalu siapa lagi?" Beliau kembali menjawab: "Ibumu." Lalu siapa lagi?" tanyanya. "Ayahmu," jawab beliau." (HR. Bukhari no. 5971 dan Muslim no. 2548)
Hadits di atas tidak bermaksud lebih mentaati ibu daripada ayah. Sebab, mentaati ayah lebih didahulukan jika keduanya menyuruh pada waktu yang sama dan dibolehkan dalam syari'at. Alasannya, ibu sendiri diwajibkan untuk taat pada suaminya, yaitu ayah anaknya. Hanya saja, jika salah seorang dari mereka menyuruh berbuat taat dan yang lain menyuruh berbuat maksiat, maka wajib untuk mentaati yang pertama.
Maksud lebih mendahulukan berbuat baik kepada ibu, yaitu lebih bersikap lemah-lembut, lebih berperilaku baik, dan memberikan sikap yang lebih halus daripada ayah. Hal ini apabila keduanya berada di atas kebenaran.  Sebagian salaf berkata: "Hak ayah lebih besar dan hak ibu patut untuk dipenuhi."
Demikian penjelasan umum hak-hak orang tua semasa mereka masih hidup.

HAK-HAK ORANG TUA SETELAH MEREKA MENINGGAL DUNIA
Di antara hak orang tua setelah mereka meninggal adalah:
1.      Menshalati Keduanya
Maksud menshalati di sini adalah mendo'akan keduanya. Yakni, setelah keduanya meninggal dunia, karena ini termasuk bakti kepada mereka. Oleh karena itu, seorang anak hendaknya lebih sering mendo'akan kedua orang tuanya setelah mereka meninggal daripada ketika masih hidup. Apabila anak itu mendo'akan keduanya, niscaya kebaikan mereka berdua akan semakin bertambah, berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam:
"Apabila manusia sudah meninggal, maka terputuslah amalannya kecuali tiga hal: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak shalih yang mendo'akan dirinya." (HR. Muslim no. 1631 dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu)

2.      Beristighfar Untuk Mereka Berdua
Orang tua adalah orang yang paling utama bagi seorang Muslim untuk dido'akan agar Allah mengampuni mereka karena kebaikan mereka karena kebaikan mereka yang besar. Allah Subhanahu wa TA'ala menceritakan kisah Ibrahim Alaihissalam dalam Al-Qur'an: "Ya, Rabb kami, beri ampunlah aku dan kedua ibu bapakku..." (QS. Ibrahim: 41)

3.      Menunaikan Janji Kedua Orang Tua
Hendaknya seseorang menunaikan wasiat kedua orang tua dan melanjutkan secara berkesinambungan amalan-amalan kebaikan yang dahulu pernah dilakukan keduanya. Sebab, pahala akan terus mengalir kepada mereka berdua apabila amalan kebaikan yang dulu pernah dilakukan dilanjutkan oleh anak mereka.

4.      Memuliakan Teman Kedua Orang Tua
Memuliakan teman kedua orang tua juga termasuk berbuat baik pada orang tua, sebagaimana yang telah disebutkan. Ibnu Umar radhiyallahu 'anhu pernah berpapasan dengan seorang Arab Badui di jalan menuju Makkah. Kemudian, Ibnu Umar mengucapkan salam kepadanya dan mempersilakannya naik ke atas keledai yang ia tunggangi. Selanjutnya, ia juga memberikan sorbannya yang ia pakai. Ibnu Dinar berkata: "Semoga Allah memuliakanmu. Mereka itu orang Arab Badui dan mereka sudah biasa berjalan." Ibnu Umar berkata: "Sungguh dulu ayahnya teman Umar bin al-Khaththab dan aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Sesungguhnya bakti anak yang terbaik ialah seorang anak yang menyambung tali persahabatan dengan keluarga teman ayahnya setelah ayahnya tersebut meninggal." (HR. Muslin no. 2552 dari Ibnu Umar radhiyallahu 'anhu)

5.      Menyambung Tali Silaturahim Dengan Kerabat Ibu dan Ayah
Hendaknya seseorang menyambung tali silaturahim dengan semua kerabat yang silsilah keturunannya bersambung dengan ayah dan ibu, seperti paman dari pihak ayah dan ibu, bibi dari pihak ayah dan ibu, kakek, nenek, dan anak-anak mereka semua. Bagi yang melakukannya, berarti ia telah menyambung tali silaturahim kedua orang tuanya dan telah berbakti kepada mereka. Hal ini berdasarkan hadits yang telah disebutkan dan sabda beliau shallallahu 'alaihi wa sallam: "Barang siapa ingin menyambung silaturahim ayahnya yang ada di kuburannya, maka sambunglah tali silaturahim dengan saudara-saudara ayahnya setelah ia meninggal." (HR. Ibnu Hibban no. 433 dari Ibnu Umar radhiyallahu 'anhu. Hadits ini tertera dalam kitab Shahiihul Jaami' no. 5960)
Demikianlah akhir dari adab berbakti kepada kedua orang tua yang telah dimudahkan Allah kepadaku untuk menuliskannya, yang seluruhnya berjumlah 16 adab.


About Unknown

Myname is fahluth Rainbow. I was born 1th January 1990 at Tasikmalaya City. Since 2010 untill now i stay in boarding school of KH. Zainal Musthafa Sukamanah.

0 comments:

Post a Comment

Ads

Copyright © 2015 All Rights Reserved

Blogger Templates Designed by Templatezy